Makalah Sejarah Sastra periode 1942-1945
SEJARAH SASTERA INDONESIA
TENTANG
PERIODE KELAHIRAN 1945-1953
Disusun oleh
Nama :
Eka Wigati
Kelas :
2 C
Program Studi :
Pendidikan Bahasa dan Seni
Mata Kuliah :
Sejarah Sastra
![]() |
|||||
![]() |
|||||
![]() |
|||||
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
TAHUN AKADEMIK
2015-2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Sejarah Sastra
dengan baik. Tak lupa sholawat dan Salam semoga tetap terlimpahkan pada
junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, karena beliaulah suri dan tauladan bagi
setiap langkah kita.
Makalah yang disusun ini berhasil menguraikan tentang “Periode kelahiran
tahun 1942-1945”. Hal ini bertujuan agar kita dapat memahami apa saja bagian
dari perkembangan dari sejarah sastra indonesia.
Kiranya makalah yang kami susun ini dapat membawa manfaat dan menunjang
bagi proses pembelajaran khususnya pada mata kuliah Sejarah Sastra. Terlepas
dari keyakinan kami akan kesempurnaan makalah ini, kami tetap menanti segala
kritik dan saran yang bersifat membangun dari rekan-rekan dan juga dosen
pembimbing.
Palembang, Maret 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ .iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................. 1
1.3 Tujuan............................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................... 2
2.1 Saat-saat yang
mematangkan............................................................................ 2
2.2 Para Penyair...................................................................................................... 3
2.3 Cerita Pendek................................................................................................... 4
2.4 Drama............................................................................................................... 4
BAB III PENUTUP............................................................................................... 6
3.1 Kesimpulan....................................................................................................... 6
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 7
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Bahasa Indonesia tumbuh dari bahasa Melayu sejalan dengan
perkembangan rasa kebangsaan atau nasionalisme Indonesia. Karena itu
bahasa Indonesia baru lahir pada awal abad 20. Dalam Sumpah Pemuda 1928 bahasa
Indonesia diakui sebagai bahasa persatuan. Dan setelah Indonesia
memproklamasikan kemerdekaan, bahasa Indonesia diresmikan sebagai bahasa
Negara.
Lahirnya bahasa Indonesia dan sastra Indonesia ialah
hasil pertemuan antara bahasa dan sastra Melayu dengan paham-paham yang berasal
dari kebudayaan Eropa modern itu. Paham-paham dan bentuk-bentuk sastra Eropa
modern seperti sonata, roman, esai, kritik dan cerita pendek kemudian banyak
diikuti dan menemui perkembangan yang subur di Indonesia.
Sastra yang berkembang setelah pertemuan dengan
kebudayaan Eropa dan mendapat pengaruh darinya itu disebut sastra modern;
sedangkan yang sebelumnya dinamakan sastra klasik.
Beberapa orang penelaah sastra Indonesia telah mencoba
membuat babakan waktu (periodisasi) sejarah sastra Indonesia. Meski di antara
para ahli itu ada persamaan-persamaan menyolok dalam membagi-bagi babakan waktu
sejarah sastra Indonesia, namun kalau diteliti lebih lanjut maka akan tampak
bahwa masing-masing periodisasi itu menunjukkan perbedaan-perbedaan yang menyolok
juga, baik istilah maupun konsepsinya. Babakan waktu yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah periodisasi 1942-1945.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Apa yang dimaksud dengan saat-saat yang
mematangkan pada periode ini ?
2.
Siapa saja para penyair pada periode
1942-1945 ?
3.
Apa saja cerpen yang dibuat penyair
pada periode 1942-1945 ?
4.
Apa saja drama yang dibuat penyair pada
periode 1942-1945 ?
1.3 TUJUAN
Adapun tujuan pada pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud
saat-saat yang mematangkan pada periode 1942-1945.
2.
Untuk mengetahui siapa saja penyair
pada periode 1942-1945.
3.
Untuk mengetahui cerpen yang dibuat
penyair pada periode 1942-1945.
4.
Untuk mengetahui drama yang dibuat
penyair pada periode 1942-1945.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 SAAT-SAAT
YANG MEMATANGKAN
Menurut Rosidi (1968:87), Indonesia
dijajah Jepang selama tiga setengah tahun merupakan saat-saat yang penting
dalam sejarah bangsa dan juga sastra Indonesia. Jepang mendukung diresmikannya
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional Indonesia dan mengajarkan bahasa
Jepang di seluruh kepulauan dan dalam seluruh bidang kehidupan. Indonesia.
Tentu saja maksud Jepang kemudian akan menggantikan bahasa Jepang sebagai bahasa
persatuan di Indonesia. Tetapi karena waktu mereka di sini hanya tiga setengah
tahun, maka besar keuntungannya untuk Indonesia. Sebelum diganti dengan bahasa
Jepang, Jepang sudah kalah, dan bahasa Indonesia sudah tetap dan kuat
kedudukannya.
Dengan makin intensifnya bahasa Indonesia dipergunakan
dalam segala kehidupan di segenap kepulauan Nusantara, maka sastra Indonesia
juga mengalami intensifikasi. Para pengarang beserta para seniman lainnya
dikumpulkan Jepang di Kantor Pusat Kebudayaan dan dinamakan Keimin
Bunka Shidosho. Pemusatan para seniman ini tentu saja tidak bisa lepas dari
situasi perang dan maksud Jepang sendiri hendak menguasai Asia. Seniman-seniman
dikerahkan untuk membuat lagu-lagu, lukisan-lukisan, slogan-slogan,
sajak-sajak, sandiwara-sandiwara bahkan film-film dengan pesanan. Perkumpulan
perkumpulan sandiwara dipersatukan di bawah POSD (Perserikatan Oesaha Sandiwara
Djawa).
Banyak seniman yang keberatan, meski mula-mula uluran
tangan Jepang itu disambut antusias namun kian lama kian banyak seniman yang
terbuka matanya. Bahkan mereka yang mula-mula antusias sekali menerima
kedatangan Jepang, kemudian mulai ragu dan was-was. Usmar Ismail misalnya.
Sedangkan Chairil Anwar, Amal Hamzah, dan beberapa orang lagi yang sejak semula
menaruh curiga kepada Jepang, mengejek para seniman yang berkumpul di Kantor
Pusat Kebudayaan. Amal Hamzah menulis dua buah sandiwara yang keduanya
sama-sama berisikan sindiran kepada seniman yang tunduk pada Jepang. Sandiwara
berjudul ‘Tuan Amin’ yang merupakan sindiran kepada Armijn Pane yang pada saat
itu sangat bersemangat dan menyokong Jepang dan menulis sandiwara-sandiwara
pesanan sesuai dengan permintaan Jepang. Juga sandiwara berjudul ‘Seniman
Pengkhianat’. Percakapan antara dua seniman itu mewakili dua dunia seniman.
Yang satu seniman yang mau menjaga kemurnian ciptaannya karena itu menolak
menjadi kacung Kantor Pusat Kebudayaan; sedangkan yang lain mengabdi pada
Jepang, membuat sajak, lagu, cerita pendek, sandiwara sesuai dengan pesanan
Jepang (Rosidi,1968:88).
Pada masa penjajahan Jepang kita melihat kian banyak
jumlah seniman yang menulis sajak, cerpen dan sandiwara. Situasi perang dan
penderitaan lahir-batin dijajah Jepang telah memeatangkan jiwa bangsa kita.
Juga pada masa inilah kita menyaksikan sastra Indonesia mengalami pematangan.
Bahasa Indonesia bukan hanya sekedar alat untuk bercerita atau menyampaikan
berita atau rengekan-rengekan perasaan yang sangsai, tetapi menjadi alat
pengucapan sastra yang dewasa.
Kehidupan morat marit dalam bidang ekonomi memaksa para
pengarang Indonesia supaya belajar hemat dalam berkata-kata. Pun bidang
perhatian dalam memilih materi buat menulis menjadi lebih sederhana. Yang
menjadi perhatian para pengarang bukanlah lagi masalah yang pelik-pelik atau
kehidupan yang rumit-rumit, melainkan kenyataan sehari-hari yang tampak pada
mata-kepala karena terjadi di depan mata.
(Rosidi, 1968: 90)
2.2 PARA PENYAIR
Menurut Rosidi(1968:90-94), para penyair pada periode 1942-1945 adalah sebagai
berikut :
1.
Usmar Ismail,
seorang pemuda Minangkabau kelahiran Bukittinggi tanggal 20 Maret tahun 1921,
lebih terkenal sebagai dramawan dan cineaste (pembuat film), terutama dalam
tahun-tahun belakangan. Dalam dunia sastra dia lebih terkenal sebagi penulis
drama. Tetapi dia mulai masuk ke dunia kesusteraan khususnya dan kesenian
umumnya dengan sajak-sajak dan beberapa cerpen. Ia menulis
beberapa cerpen di antaranya Pancaran Cinta(1946) dan Gema
Tanah Air (1948), dan sajak-sajaknya dikumpul dan diterbitkan dalam
sebuah buku berjudul Puntung Berasap (1949). Dalam
sajak-sajaknya yang permulaan terasa kepercayaan terhadap Jepang akan membawa
kemerdekaan bagi Indonesia. Tetapi kemudian ia pun segera menemukan
kekecewaannya. Dalam sajak ‘Diserang Rasa’ karangannya berisi rasa waswas dan
ragu kepada kesungguhan janji dan semboyan Jepang.
2.
Amal Hamzah,
lahir di Binjai, Langkat tanggal 31 Agustus 1922, Mulai
menulis pada zaman Jepang. Ia seorang yang kasar dan sajak-sajaknya sangat
naturalistis. Juga dalam sandiwara-sandiwara dan cerita sketsa yang ditulisnya,
sensualisme sangat kentara. Sajak-sajak dan karangan - karangan lainnya kembali diterbitkan dalam
sebuah buku yang berjudul Pembebasan Pertama. Setelah itu ia
lebih menaruh minatnya kepada menerjemahkan.
3.
Rosihan Anwar,
lahir di Padang pada 10 Mei 1922. Pada zaman Jepang menulis sejumlah
sajak dan cerpen. Sajak-sajaknya banyak melukiskan perasaan dan semangat
pemuda. Cerpennya yang berjudul ‘Radio Masyarakat’ menceritakan kemelut pemuda
yang dilanda keraguan atas segala janji-janji kosong dari Jepang.
4.
Anas Ma’ruf,
lahir di Bukittinggi pada zaman sesudah perang lebih terkenal sebagai
organisator kebudayaan dan penerjemah. Ia menulis sejumlah sajak, esai dan
kritik. Ia pun menerjemahkan karya-karya para pengarang dunia seperti
Rabindrana Tagore, John Steinbeck, William Saroyan, dan lain-lain.
5.
M.S Ashar,
Lahir di Kutaraja, 19 Desember 1921 yang pada zaman
Jepang menulis beberapa buah sajak menjadi terkenal karena sebuah sajaknya yang
berjudul ‘Bunglon’.
6.
Maria Amin,
lahir di Bengkulu 1921 Penyair wanita zaman Jepang ini menggambarkan
kehidupan rakyat dan bangsa Indonesia sebagai ikan dalam akuarium yang
dilukiskan dalam prosa liriknya ‘Tengoklah Dunia Sana’.
7.
Nursjamsu, Pada
zaman Jepang menuliskan sejumlah sajak yang melukiskan hati yang diamuk remaja.
Dia menulis cerpen antara lain yang berjudul ‘Terawang’ yang dimuat dalam
majalah Gema Suasana(1948).
2.3 CERITA PENDEK
Pada zaman Jepang cerpen tumbuh dengan subur. Beberapa
pengarang baru muncul. Juga diadakannya beberapa sayembara dalah
majalah-majalah yang terbit saat itu seperti Pandji Poestaka, Djawa
Baroe dan lain-lain cerpen diberi banyak tempat.
· Selain Usmar Ismail, H.B Jassin juga menulis cerpen.
Salah satu cerpennya adalah ‘Anak Laut’, kemudian lahir beberapa cerpen dari
pengarang lain diterbitkan secara bersama dengan judul Pancaran Cinta (1946).
Pada masa sesudahnya, Jassin lebih mencurahkan perhatian kepada penulisan
kritik dan esai sastra sambil menyelenggarakan dokumen sastra Indonesia modern.
· Bakri
Siregar. Cerpennya yang pertama berjudul ‘Di Tepi Kawah’ mendapat
hadiah pertama sayembara mengarang cerpen. Cerpen ini merupakan sebuah cerpen
pelarian. Bersama-sama dengan beberapa cerpen lain yang ditulis Bakri pada masa
pendudukan Jepang, kemudian ‘Di Tepi Kawah’ ini dibukukan dengan judul Jejak
Langkah (1953). Cerpen-cerpen lain yang dimuat dalam buku itu pun
semuanya menlukiskan kesepian dan pelarian dari dunia ramai disertai dengan
humor yang berat dan tidak menarik.
Pada masa sesudah perang, Bakri masih juga menulis cerpen.
Tetapi peranannya sebagai pimpinan Lembaga Seni Sastra Lekra lebih banyak
dicurahkan kepada penulisan karangan-karangan yang berupa kritik, polemik , dan
semacamnya. Ia juga menulis buku Sejarah Sastra Indonesia Modern (1964).
Sekarang termasuk buku yang dilarang (Rosidi,
1968: 94-95).
2.4 DRAMA
Penulisan drama pada zaman Jepang boleh dikatakan sangat
subur. Hal itu disebabkan oleh kegiatan rombongan sandiwara yang berkumpul
dalam Perserikatan Oesaha Sandiwara Jawa yang dipimpin oleh Armijn Pane.
Menurut Rosidi (1968:95-98) Beberapa nama pengarang yang banyak
membuat sandiwara pada zaman Jepang adalah sebagai berikut :
1.
Amal Hamzah menulis
beberapa sandiwara yang berisi ejekan meleceh para seniman yang menjadi budak
Jepang. Tentu saja tidak mungkin dimainkan pada saat itu!
2.
Armijn Pane menulis
beberapa sandiwara seperti “Lukisan Masa”, “Barang Tiada Berharga” dan
lain-lain, pada masa jepang menulis bebrerapa buah sandiwara lagi. yang
kemudian dibukukan dengan judul Jinak-Jinak Merpati (1953).
3.
Usmar Ismail pada
zaman Jepang menulis sandiwara kepahlawanan rakyat kepulauan Maluku yang
mengadakan perlawanan terhadap Belanda berjudul ‘Mutiara dari Nusa Laut’ lalu
dimainkan oleh rombongan sandiwara penggemar ‘Maya’ yang dipimpinannya sendiri.
Drama-drama yang ditulis Usmar yang belum dibukukan antara lain ‘Mekar Melati’
dan ‘Tempat yang Kosong’. Tiga drama karangan Usmar berhasil dibukukan dalam
satu buku berjudul Sedih dan Gembira (1949) yaitu ‘Api’,
‘Liburan Seniman’, dan ‘Citra’. Dalam ‘Liburan Seniman’ Usmar mengemukakan
cita-citanya mengenai sandiwara pada masa itu. Drama ‘Citra’ mengisahkan
kejadian di sebuah perkebunan, tetapi yang menonjol di dalamnya adalah
menangnya pihak yang baik (Sutopo) terhadap kaum yang anarkis (Harsono). Dalam
drama ‘Api’ moral baik sekali lagi menang terhadap moral buruk dan jahat. Oleh
pengarangnya sendiri dikatakan bahwa drama ini merupakan ‘perjuangan melawan
yang keji dan jahat”.
4.
Abu Hanifah
(memakai nama samaran El Hakim) menulis
beberapa buah drama yang kemudian dibukukan berjudul Taufan di Atas
Asia (1949). Di masa sesudah merdeka, ia masih menulis dua buah drama
lagi, yaitu ‘Rogaya’ dalam empat babak dan ‘Mambang Laut’ tiga babak. Keduanya
belum pernah dibukukan. Dalam drama-drama karangan El Hakim terasa dasar-dasar agama
Islam dan kecenderungan memilih Timur dalam pertarungan antara Timur dan Barat
yang dianggapnya sebagai pertentangan antara Idealisme dan Materialisme.
5.
Idrus pada zaman
Jepang menulis beberapa buah drama, antaranya ‘Kejahatan Membalas Dendam’ yang kemudian
dimuat dalam bukunya dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma (1948), “Jibaku Aceh” (1945), Keluarga Surono (1948), dan Dokter Bisma (1945). melukiskan
perjuangan pengarang muda menghadapi pengarang kolot dengan kemenangan di pihak
pengarang muda, meskipun pengarang si pengarang kolot hendak memakai guna-guna
segala.
6.
Kotot Sukardi menulis sandiwara ‘Bende Mataram’ yang
berlatar belakang masa perang Diponegoro (1825-1830). Sandiwara ini kemudian
dibukukan oleh Balai Pustaka bersama-sama dengan karangan sandiwara pula
oleh Inu.
7.
Kertapati berjudul
‘Sumping Sureng Pati’ yang mengambil latar belakang peristiwa sejarah denganlatar
kejadiannya di Bali ketika Belanda menyerbu ke sana. Buku ini diberi
judul Bende Mataram.
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Pada periode ini terbagi menjadi dua masa, yaitu masa
Jepang dan sesudah kemerdekaan. Beberapa karya sastra yang menonjol pada periode
1942-1945 adalah berupa cerita pendek dan drama. Beberapa penyair yang menonjol
pada periode ini adalah Usmar Ismail, Amal Hamzah, Rosihan Anwar, H.B
Jassin, Armijn Pane, Abu Hanifah dan lain-lain. Kebanyakan isi dari
karya-karya para pengarang, baik cerpen maupun drama, melukiskan keragu-raguan
dan waswas terhadap janji Jepang mengembalikan kemerdekaan Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Rosidi, A. (1968). Ikhtisar Sejarah Sastera Indonesia.
Bandung: Pustaka jaya.
Komentar
Posting Komentar